Antara Thibbun Nabawi dengan Pengobatan Medis, Pilih Yang Mana?
Ente ngerti siapa yang dijuluki sebagai pemimpin para dokter atau Bapak Dokter Muslim? Iya benar! Ibnu Sina atau dalam dunia barat dikenal sebagai Avichena. Ibnu Sina merupakan seorang Muslim yang sangat cerdas. Saat usia 10 tahun, ia berhasil menghafal Al Quran dan bahkan menguasai ilmu agama, logika, astronomi, matematika dan musik. Setelah mendalami semua ilmu itu, ia merasa tertarik untuk mendalami ilmu kedokteran. Dalam dunia kedokteran ini, ia berguru pada Isa ibn Yahya yang juga seorang Muslim.
Keahlian Ibnu Sina dalam dunia kedokteran memang tersohor pada masa itu. Suatu ketika seorang Amir (Pemimpin) bernama Nuh ibn Nashr sedang menderita suatu penyakit. Ia mengerti kehebatan Ibnu Sina dalam hal medis. Oleh karena itu, beliau memanggil Ibnu Sina ke istana untuk mengobati sakitnya.
Atas izin Allah, Ibnu Sina mampu menyembuhkan Amir itu. Setelahnya, mereka berdua semakin akrab dan Amir kemudian memberikan akses yang luas kepada Ibnu Sina untuk mengunjungi perpustakaan miliknya yang bernama, ‘Kutub Khana.’ Koleksi buku dalam perpustakaan ini sangat lengkap membuat Ibnu Sina betah berlama-lama mencari referensi bacaan untuk mengembangkan ilmunya hingga akhirnya iapun mampu menghasilkan banyak karya dalam bidang filsafat dan kedokteran. Salah satu karyanya yang terkenal berjudul, ‘The Book of Healing’ dan ‘The Canon of Medicine’ yang kemudian dijadikan sebagai referensi di bidang kedokteran selama berabad-abad.
Sesuatu yang patut dijadikan teladan dari Ibnu Sina adalah kesandaranNya pada Allah SWT, Sang Pencipta, begitu kuat. Sehingga, dikala ia berada pada sebuah kesulitan ia selalu memohon kepada Allah untuk diberikan solusi dan Allah sering memberikan jawabannya lewat mimpi. Ia dikenal sebagai seorang yang jenius dan memiliki daya fikir yang kuat. Beliau sangat suka menulis dan membaca, hingga tak jarang beliau tidak tidur hanya untuk membaca dan menulis selama semalam. Buah filsafat yang patut kita tanam dalam pikiran kita dari seorang Ibnu Sina adalah keyakinannya yang mengatakan, ‘Saya memilih umur pendek yang penuh makna dan karya daripada umur panjang yang hampa.’ Itu dia kisah singkat tentang Bapak Medis, Ibnu Sina.
Berbicara tentang medis / dunia pengobatan, baru-baru ini begitu hangat dibicarakan seiring dengan populernya istilah ‘Ruqyah Syar’i’ yang menjadi salah satu program favorit di sebuah stasiun televisi. Metode Ruqyah Syar’i yang diterapkan oleh praktisinya dipercaya mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit termasuk penyakit medis.Tentunya tata cara dan obat yang digunakan berbeda dengan penanganan secara medis.
Dalam praktiknya, ruqyah syar’i menggunakan Ayat-ayat Al Qur’an disertai dengan keyakinan kuat pada Allah SWT bahwa Allah yang memberikan suatu penyakit dan Allah juga yang memberikan penawarnya. Dalam hal obat-obatan, Ruqyah Syar’i lebih menggunakan bahan alami yang meniru cara pengobatan ala Nabi atau yang dikenal dengan istilah “Thibbun Nabawi.”
Sebenarnya, Ruqyah Syar’i sendiri menurut Ibnul Qayyim Al Jauzi juga merupakan bagian pengobatan ala Nabi (Thibbun Nabawi), dalam artikel sebelumnya diterangkan bahwasannya, Thibbun Nabawi dibagi menjadi 3 kelompok: Pengobatan dengan bahan-bahan Alami, pengobatan dengan obat-obatan Ilahi (Petunjuk Ketuhanan) dan campuran keduanya. Ruqyah Syar’i masuk dalam kategori Pengobatan dengan obat-obatan Ilahi.
Keefektifan metode penyembuhan Thibbun Nabawi ini tidak perlu diragukan lagi. Banyak yang sembuh dengan perlakuan ala Nabi ini, karena memang sepenuhnya bersandar pada kekuatan Allah. Banyak orang datang kepada praktisi untuk dibantu penyembuhan dengan berbagai keluhan penyakit, mulai dari sakit medis hingga sakit yang bermula dari gangguan makhluk halus. Iya, memang benar. Bisa saja seseorang mengalami sakit secara medis namun berawal dari gangguan makhluq halus, seperti yang pernah diungkapkan oleh salah satu praktisi ruqyah di televisi. Para wali terdahulu tentunya menggunakan Thibbun Nabawi ini untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit dimana ilmu medis belum begitu berkembang seperti sekarang.
Sekarang, timbul sebuah pertanyaan, mengapa orang tidak beralih saja ke thibbun Nabawi daripada menghabiskan uang bermilyar-milyar untuk berobat ke dokter? Kemajuan dunia medis modern begitu pesat tidak beriringan degan kemajuan pengobatan ala nabi. Ditambah lagi, praktisi Thibbun Nabawi jumlahnya tidak begitu banyak. Oleh karena itu, manusia lebih percaya dengan pengobatan medis modern.
Ketika seseorang mengalami suatu masalah yang membutuhkan penanganan serius seperti yang dialami oleh penyidik KPK Novel Baswedan, orang mungkin berpikir seperti apa Thibbun Nabawi dipraktekkan untuk mengatasi masalah seperti ini? Kedengaran asing bagi orang, sedangkan kemajuan teknologi dunia medis modern lebih membuat yakin seseorang untuk memilihnya.
Iya, benar begitu. Sebuah web kedokteran muslim menyatakan sikap bahwasannya, seorang dokter muslim, praktisi ruqyah dan mahasiswa-mahasiswa kedokteran muslim hendaknya memperkaya khazanah (sumber ilmu) mereka dalam hal Thibbun Nabawi, sehingga Thibbun Nabawi bisa lebih berkembang dan nantinya, penanganan medis yang serius bisa diatasi dengan pengobatan Ala Nabi.
Jadi kesimpulannya, antara pengobatan medis dengan Thibbun Nabawi hanyalah soal waktu saja. Bisa saja suatu saat nanti, akan lahir banyak praktisi Thibun Nabawi yang lebih menguasai pengobatan ala nabi dan mampu menggali sumber pengobatan dari Nabi Muhammad yang belum sempat ditemukan di masa saat ini.
Saran ane, selalu lakukan pencegahan dengan melakukan pola makan yang sehat ala Nabi, seperti yang disarankan oleh Ibnu Qayyim AL Jauzi. Selalu sedia bahan-bahan Alami sumber pengobatan Nabi (Thibbun Nabawi) seperti Kurma, Air Zamzam, Madu, Habbatussauda dan Minyak Zaitun. Silahkan Pesan di toko oleh oleh haji Nabawi.